“Peralatan BMKG kondisinya sangat memperhatinkan dari sisi jumlah maupun kualitas yang perlu dilakukan kalibrasi,” kata Anggota Komisi V DPR RI Bambang Haryo Soekartono saat dihubungi, Senin (24/12/2018).
Bambang membandingan dengan negara Jepang yang sama-sama negara kepulauan dan mempuyai potensi tsunami sangat besar. Tapi peralatan di Jepang sudah sangat cangih.
“Padahal wilayah kita hampir 7 kali lipat dari wilayah mereka dan disini kita butuh peralatan infrastruktur peralatan, sekaligus merawat peralatan yang ada,” tegasnya.
Lebih lanjut Bambang mengatakan Menteri Keuangan, Sri Mulyani harus bertanggung jawab atas peristiwa bencana alam di Selat Sunda. Hal ini lantaran anggaran BMKG dalam APBN 2018 dipotong.
Pemotongan ini, kata dia, berdampak pada peralatan yang dipunyai BMKG untuk mendeteksi dini tsunami tidak ada.
Yang hanya ada, alat mendeteksi tsunami yang disebabkan gempa.
“Yang bertanggung jawab dalam hal ini pemerintah (Menteri Keuangan) yang memotong anggaran yang sebenarnya dalam hal ini hak publik untuk mendapatkan perlindungan,” lanjut dia.
Selain informasi bencana, jelas Bambang Haryo, fungsi dan tugas BMKG sangat penting untuk mendukung kegiatan ekonomi dengan menyajikan informasi cuaca, yang dibutuhkan sektor pertanian, perkebunan, perikanan, transportasi, dan pariwisata.
Tidak dipotong pun menurut Bambang Haryo, anggaran untuk BMKG saat ini tidak memadai dengan tugas dan tanggung jawab kedua lembaga melihat tantangan yang sebesar itu
“Pemerintah hanya royal anggaran untuk proyek infrastruktur, tetapi untuk menjaga nyawa publik kok pelit. Padahal, satu nyawa publik sekalipun tidak bisa dihargai dengan Rp2.000 triliun anggaran infrastruktur,” tegasnya. [TR]