"Kami akhirnya berpendapat, kami akan mengundang pemantau pemilu dari luar untuk mengawasi pelaksanaan pemilu 2019," ujar Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi Ferry Juliantono di Jakarta, Sabtu (15/12).
Ferry menyoroti permasalahan tercecernya e-KTP di Padang Pariaman, Sumatera Barat; dan Duren Sawit, Jakarta Timur, hingga dugaan 31 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) siluman. Dia meminta KPU segera memutakhirkan DPT untuk Pemilu 2019.
"Potensi kerusuhan itu di depan mata. Kalau ini tidak dianggap sesuatu yang serius oleh penyelenggara pemilu dan pengawas pemilu," kata dia.
Meski mengundang, pihaknya tak akan mengakomodasi kedatangan lembaga internasional tersebut. Menurut dia, Indonesia sebagai negara demokrasi tentu menarik minat lembaga pemantau internasional.
"Kami mendorong agar pihak pemantauan internasional bisa datang untuk melaksanakan pengawasan," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Kampanye Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Benny Rhamdani tak ambil pusing dengan rencana kubu Prabowo-Sandi mengundang lembaga pemantau internasional mengawasi jalannya pesta demokrasi lima tahunan di Indonesia.
"Itu bukan masalah bagi kami, karena kita adalah negara yang sangat menghormati demokrasi," kata Benny.
Politikus Partai Hanura itu mengatakan Indonesia tentu membuka diri bagi siapa pun yang ingin ikut terlibat di dalam pemantauan pelaksanaan Pemilu 2019. Namun, Benny menekankan pemantauan oleh lembaga internasional tentu harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Sepanjang itu memenuhi peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini merasa heran dengan rencana kubu Prabowo-Sandi. Titi membandingkan kondisi respons terhadap dinamika saat Pemilu antara Indonesia dengan Bangladesh.
"Inilah uniknya Indonesia, kalau di Bangladesh mereka merespons dinamika internal dengan mempersulit kedatangan pemantau internasional," kata dia.
Sementara itu, kata Titi, Indonesia justru ingin membuka pintu bagi lembaga pemantau Internasional. Meskipun demikian, dia mengingatkan pada semua pihak bahwa Indonesia adalah negara yang berdaulat, termasuk saat pelaksanaan Pemilu.
"Saya kira ini yang harus kira tanamkan, kita boleh berbeda, kita boleh berkompetisi, tetapi karekter sebagai bangsa yang terbuka dalam berdaulat," ungkapnya.(cnn)